Korupsi dalam anggaran militer merupakan isu serius yang dapat membawa dampak luas terhadap keamanan nasional dan stabilitas suatu negara. Praktik korupsi ini melibatkan penyalahgunaan atau penyelewengan dana yang seharusnya dialokasikan untuk keperluan pertahanan dan keamanan negara. Dalam konteks ini, korupsi dapat merujuk pada berbagai bentuk, mulai dari manipulasi proses pengadaan peralatan militer hingga pengalihan dana untuk kepentingan pribadi. Dampak dari korupsi dalam anggaran militer tidak hanya terbatas pada aspek keuangan, tetapi juga dapat merugikan kesiapan dan kemampuan pertahanan nasional. Pentingnya alokasi anggaran militer yang transparan dan akuntabel menjadi krusial untuk menjaga kestabilan dan keamanan suatu negara, tetapi jika dana militerini transparan maka akan menjadi dilema, karena penggunaan dana militer dirahasiakan untuk melindungi keamanan nasional, strategi pertahanan saat ini dan kedepannya, serta informasi sensitif terkait teknologi militer dan perencanaan pembeliaan militer. Dalam konteks ini, penjelasan lebih lanjut mengenai konsekuensi korupsi dalam anggaran militer dapat memberikan wawasan tentang betapa esensialnya menjaga keberlanjutan dan kesiapan pertahanan nasional.
Lalu apa yang akan terjadi, jika dana itu di KORUPSI?
Jika dana itu di korupsi, ada banyak sekali yang akan terjadi, seperti melemahkan kesiapan pertahanan, risiko keamanan nasional, potensi konflik internal, hilangnya kepercayaan publik, penurunan kapabilitas pertahanan, ketidakpuasan personil militer dan masih banyak lagi. Di sini saya mengambil contoh negara Indonesia yo, karena...ya seperti itu, wes ngerti dewe. Menurut data Global Fire Power (GFP), anggaran militer Indonesia pada tahun 2021 mencapai US$ 9,2 miliar atau setara Rp 130,64 triliun. Anggaran ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-31 dalam daftar peringkat anggaran belanja militer terbesar di 2021 dari 140 negara. GFP juga menempatkan Indonesia pada peringkat ke-16 dalam daftar peringkat kekuatan militer terkuat di dunia dengan score power index 0.26841.
Menurut data Stockholm International Peace Research Institute (SIPRI), anggaran militer Indonesia pada tahun 2020 mencapai US$ 9,3 miliar atau setara Rp 132,06 triliun. Anggaran ini menempatkan Indonesia pada peringkat ke-24 dalam daftar peringkat anggaran belanja militer terbesar di 2020 dari 154 negara. SIPRI juga mencatat bahwa anggaran militer Indonesia mengalami kenaikan sebesar 5,7% dari tahun 2019 ke tahun 20202. Menurut data APBN Kementerian Keuangan, anggaran Kementerian Pertahanan pada tahun 2021 sebesar Rp 136,99 triliun. Anggaran ini tidak semua dialokasikan untuk keperluan alutsista TNI, melainkan juga untuk program lain seperti manajemen, operasional, sarana, dan prasarana. Dari anggaran tersebut, Kemenhan mengalokasikan pengadaan alutsista sebesar Rp 9,3 triliun. Anggaran ini terbagi antara lain, TNI Angkatan Laut Rp 3,75 triliun, TNI Angkatan Darat Rp 2,65 triliun, TNI Angkatan Udara Rp 1,19 triliun, serta lainnya Rp 1,71 triliun.
Menurut data Databoks, anggaran militer Indonesia pada tahun 2022 mencapai Rp 150,3 triliun. Anggaran ini merupakan anggaran terbesar yang pernah dialokasikan untuk pertahanan sejak tahun 1998. Anggaran ini juga menunjukkan tren kenaikan yang signifikan sejak tahun 2015, ketika anggaran militer Indonesia tembus lebih dari Rp 100 triliun. Dari data di atas, dapat disimpulkan bahwa anggaran militer Indonesia mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun, namun cenderung meningkat dalam kurun waktu dua dekade terakhir. Anggaran militer Indonesia dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti kebijakan pemerintah, prioritas pembangunan, ancaman keamanan, dan kondisi global. Anggaran militer Indonesia juga mencerminkan kekuatan dan komitmen Indonesia dalam menjaga kedaulatan dan kepentingan nasional di kawasan dan dunia, terutama setelah ada AUKUS.
Setelah masuk ke data, ayo masuk ke pembahasan yaitu tentang akibat korupsi terhadap m
elemahkan kesiapan pertahanan, risiko keamanan nasional, potensi konflik internal, hilangnya kepercayaan publik, penurunan kapabilitas pertahanan, ketidakpuasan personil militer dan masih banyak lagi. Korupsi dalam konteks anggaran pertahanan memiliki potensi yang besar untuk melemahkan kesiapan pertahanan suatu negara. Saat dana pertahanan mengalami penyalahgunaan atau korupsi, dampaknya dapat terasa dalam berbagai aspek. Pertama, pengalihan dana yang seharusnya digunakan untuk meningkatkan kesiapan militer, seperti pelatihan personel, pemeliharaan peralatan, dan pengembangan teknologi militer, dapat terhambat. Peralatan militer yang tidak mendapatkan perawatan yang memadai dapat mengalami penurunan performa atau menurunkan kesiapan tempur, meningkatkan risiko kegagalan operasional di lapangan. Kedua, korupsi dapat mempengaruhi alokasi dana secara tidak efisien, mengarah pada pembelian peralatan militer yang tidak sesuai atau tidak memenuhi standar keamanan yang diperlukan. Kurangnya investasi yang tepat dapat menciptakan ketidakseimbangan dalam kekuatan militer, dengan beberapa unit atau cabang militer mungkin mendapatkan perhatian lebih sedikit daripada yang seharusnya. Selanjutnya, korupsi dapat menciptakan iklim di mana personel militer tidak memiliki keyakinan penuh terhadap pengelolaan dana dan kebijakan pertahanan. Ketidakpuasan di kalangan personel militer dapat merugikan motivasi, dedikasi, dan disiplin, yang semuanya itu adalah hal yang krusial untuk menjaga kesiapan pertahanan dan tempur.
Praktik korupsi dalam anggaran pertahanan Indonesia membawa risiko serius terhadap keamanan nasional dan dapat memperburuk potensi konflik internal. Pertama-tama, risiko keamanan nasional meningkat karena dana yang seharusnya digunakan untuk memperkuat pertahanan negara dapat disalahgunakan atau dialihkan. Hal ini dapat mengakibatkan penurunan kesiapan militer dan ketidakmampuan untuk secara efektif menghadapi ancaman eksternal. Ketika anggaran pertahanan tidak dioptimalkan dan tidak efisien akibat korupsi, Indonesia dapat menjadi rentan terhadap berbagai ancaman keamanan, termasuk dari kelompok ekstremis, invasi, atau konflik regional. Selain itu, potensi konflik internal juga dapat meningkat akibat praktik korupsi dalam anggaran pertahanan. Ketidakpuasan di kalangan personel militer dan masyarakat umum terhadap ketidaktransparan dan penyalahgunaan dana dapat menciptakan ketegangan sosial. Jika masyarakat kehilangan keyakinan pada integritas lembaga pertahanan, hal ini dapat memicu protes dan demonstrasi yang dapat berujung pada ketidakstabilan sosial. Kelompok-kelompok bersenjata atau gerakan separatis juga dapat memanfaatkan situasi tersebut untuk merongrong stabilitas nasional dan menciptakan konflik internal. Pentingnya pertahanan yang kuat dan transparan dalam menjaga stabilitas nasional tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, upaya pencegahan dan penanggulangan korupsi dalam anggaran pertahanan menjadi esensial untuk menjaga keamanan nasional dan mencegah potensi konflik internal yang dapat merugikan integritas negara.
korupsi dalam hal anggaran pertahanan Indonesia berpotensi mengakibatkan dampak serius, hilangnya kepercayaan publik muncul karena masyarakat menuntut pengelolaan dana pertahanan yang transparan dan akuntabel. Jika terjadi korupsi, hal ini dapat merusak integritas lembaga pertahanan dan melemahkan dukungan publik terhadap anggaran militer. Kepercayaan yang terkikis dapat menciptakan ketidakpastian di dalam masyarakat, mengingat pertahanan nasional merupakan sebuah elemen penting dalam menjaga kedaulatan dan keamanan negara. Lalu, penurunan kapabilitas pertahanan menjadi risiko nyata, karena dana yang disalah gunakan atau hilang akibat korupsi dapat berdampak langsung pada kesiapan militer. Pelatihan yang kurang memadai, perawatan peralatan yang tidak optimal, dan kurangnya investasi dalam teknologi militer dapat mengurangi efektivitas pertahanan. Negara menjadi lebih rentan terhadap ancaman keamanan, terutama dalam menghadapi tantangan yang berkembang pesat di tingkat regional dan global ini, semenjak berahkirnya perang dingin dan pembuatan aliansi pertahanan militer terutama di wilayah Asia-Pasifik. Terahkir, ketidakpuasan di kalangan personel militer muncul karena praktek korupsi dapat merugikan moral dan dedikasi mereka. Personel militer yang melihat dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan pertahanan nasional disalahgunakan dapat kehilangan motivasi dan kepercayaan pada kepemimpinan. Ketidakpuasan ini dapat berimbas pada kualitas kinerja dan komitmen personel militer, yang esensial dalam menjaga kesiapan dan responsibilitas mereka terhadap tugas-tugas pertahanan negara maupun internasional.
Lalu apakah di negara Indonesia aman-aman saja, dari tindakan KORUPSI?
Ya tentu...Tidak, ada beberapa kasus korupsi di tubuh TNI, mulai dari korupsi anggaran pembelian alutsista, korupsi pengadaan helikopter angkut berat jenis AgustaWestland 101 dan kasus korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan TNI AD, serta masih banyak lagi.
- Brigjen TNI Teddy Hernayadi. Dia adalah mantan Kepala Bidang Pelaksana Pembiayaan Kementerian Pertahanan periode 2010-2014. Dia terbukti melakukan korupsi anggaran pembelian alat utama sistem persenjataan (alutsista) sebesar US$ 12 juta. Dia divonis hukuman seumur hidup oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada tahun 2023.
Brigjen TNI Yus Adi Kamrullah. Dia adalah mantan Kepala Dinas Perumahan TNI AD. Dia bersama Ni Putu Purnamasari, mantan Direktur PT Bina Karya Pratama, terlibat dalam kasus korupsi dana Tabungan Wajib Perumahan TNI AD sebesar Rp 264 miliar. Dia divonis 16 tahun penjara oleh Pengadilan Tipikor Jakarta pada tahun 2023.
Kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI bersama kalangan sipil seringkali menimbulkan permasalahan hukum terkait kewenangan penegak hukum yang berwenang menangani perkara tersebut. Menurut UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, segala tindak pidana yang dilakukan oleh personel TNI diatur dalam hukum pidana militer dan diperiksa, diadili, dan diputus oleh pengadilan militer. Namun, menurut UU No. 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, termasuk yang dilakukan oleh anggota TNI.
Hal ini menimbulkan potensi benturan kewenangan antara KPK dan POM TNI dalam menangani kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI. Permasalahan. Permasalahan utama yang muncul dalam kasus korupsi yang melibatkan anggota TNI adalah apakah KPK berwenang melakukan penyidikan terhadap anggota TNI yang diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama kalangan sipil. Permasalahan ini berkaitan dengan asas legalitas yang mengatur bahwa tidak ada tindak pidana dan tidak ada pidana tanpa adanya peraturan perundang-undangan yang mengaturnya. Dalam hal ini, perlu ditelusuri berbagai peraturan yang ada kaitannya dengan kewenangan KPK dalam melakukan penyidikan tindak pidana korupsi yang melibatkan oknum TNI.
Menurut UU No. 30 Tahun 2002 tentang KPK, KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, termasuk yang dilakukan oleh anggota TNI. Hal ini didasarkan pada Pasal 6 ayat (1) huruf a dan Pasal 11 UU KPK yang menyebutkan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebagaimana diatur dalam UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Selain itu, Pasal 12 huruf b UU KPK juga menyebutkan bahwa KPK berwenang melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh penyelenggara negara yang berhubungan dengan jabatannya atau berkaitan dengan jabatannya, termasuk anggota TNI. Dengan demikian, KPK memiliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan penyidikan terhadap anggota TNI yang diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama kalangan sipil. Kedua, menurut UU No. 31 Tahun 1997 tentang Peradilan Militer, segala tindak pidana yang dilakukan oleh personel TNI diatur dalam hukum pidana militer dan diperiksa, diadili, dan diputus oleh pengadilan militer. Hal ini didasarkan pada Pasal 1 ayat (1) dan Pasal 2 UU Peradilan Militer yang menyebutkan bahwa peradilan militer adalah peradilan khusus yang berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI. Selain itu, Pasal 3 UU Peradilan Militer juga menyebutkan bahwa peradilan militer berwenang mengadili tindak pidana yang dilakukan oleh anggota TNI bersama-sama dengan orang yang tunduk pada kekuasaan peradilan umum atau peradilan agama.
Dengan demikian, POM TNI juga memiliki dasar hukum yang kuat untuk melakukan penyidikan terhadap anggota TNI yang diduga melakukan tindak pidana korupsi bersama kalangan sipil. Kasus-kasus korupsi di tubuh TNI menunjukkan bahwa ada pelanggaran terhadap Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal 2 ayat (1) UU tersebut menyatakan bahwa “Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp. 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).” Selain itu, kasus-kasus korupsi di tubuh TNI juga melanggar Kode Etik dan Kode Perilaku TNI, yang mengatur tentang kewajiban, larangan, dan sanksi bagi anggota TNI. Pasal 8 ayat (1) Kode Etik TNI menyatakan bahwa “Setiap prajurit TNI wajib menjaga kehormatan diri, kesatuan, dan korpsnya serta menjunjung tinggi nama baik TNI.” Pasal 9 ayat (1) Kode Perilaku TNI menyatakan bahwa “Setiap prajurit TNI dilarang melakukan perbuatan yang dapat merugikan kepentingan negara, TNI, dan masyarakat.” Dengan demikian, para terdakwa kasus korupsi di tubuh TNI telah melanggar hukum dan etika sebagai prajurit TNI.
|
Tri Dharma Eka Karma |
Sumber:
19.Gambar di ambil dari Pinterest
Komentar
Posting Komentar